Selasa, 09 Mei 2017

Ditanduk Tajin

Ditanduk Tajin 

Tajin adalah masakan khas Maroko, terdiri dari kuskus alias bulir gandum ditanak ditemani daging dan sayur yang dimasak dengan rempah-rempah. Dagingnya bisa daging sapi dan daging kambing dengan potongan-potongan besar. Sayurnya wortel, kentang, daun bawang dan disertai pula oleh plum yang seperti buah kurma. Aku menyukainya, dan memang rasanya enak menurut lidahku karena ada mirip-miripnya dengan gulai masakan Minang. Yang khas adalah gandum bulirnya itu. Begitu sukanya aku, suatu ketika aku datang untuk sebuah misi kantor ke Paris di tahun 2004, aku membawa pulang belasan kotak kuskus mentah di dalam koper. Di rumah, istriku memasak asam padeh daging lengkap dengan sayuran seperti di atas (minus plum). Kami sekeluarga sangat menyukainya.

Waktu kami sampai di Marakesh, malam harinya kami disuguhi tajin istimewa. Dengan daging sapi dan kambing. Dalam porsi luar biasa besar untuk kami berenam termasuk dua orang kanak-kanak. Dan enak sejali. Dengan bismillah, aku menikmatinya, sedikit lebih banyak dari porsi makan malamku. Karena di samping enak, kami lagi lapar-laparnya, maklumlah di pesawat dari Paris ke Marakesh kami tidak dapat makan. 

Hari Selasa, hari kedua di Marakesh, kami makan siang dan malam di restoran. Tajin lagi. Tidak seenak yang tadi malam, tapi masih lumayanlah. Hari Rabu siang, sesudah berjalan-jalan dengan pemandu wisata, kami masuk restoran. Tajin lagi. Saat itu aku mulai merasa kurang nyaman, meski tetap berusaha menyantapnya. Untuk malamnya, ternyata si Tengah dan suaminya sudah memesan makanan buatan tempat menginap lagi. Diwanti-wanti agar porsinya jangan sebanyak yang di malam pertama. 

Malam itu aku mencoba menikmati makanan tersebut tapi perutku mulai merasa tidak nyaman. Aku makan tidak sebanyak di malam pertama. 

Kemudian aku pergi tidur. Jam satu malam aku terbangun untuk pergi ke kamar kecil. Buang air besar, perutku terasa tidak nyaman. Aku merasa mual. Setelah selesai aku kembali naik ke tempat tidur. Jam tiga aku kembali terbangun karena perutku mulas dan mual. Setengah berlari aku menuju closet. Dan muntah. Isi perutku keluar semua. Baru agak lega rasanya.

Aku kembali tidur. Subuh baru jam enam pagi di Marakesh. 

Paginya baru aku ceritakan ke istri apa yang terjadi denganku malam itu. Kamu ditanduk tajin, katanya. Dan benar sekali. Waktu kami makan siang di restoran lagi (saat berjalan-jalan keluar kota) aku minta dibuatkan omelet saja yang aku makan dengan roti. Yang lain masih menikmati tajin mereka. Untuk makan malam, si Tengah membeli ayam goreng KFC dan kami memasak nasi di penginapan. Hari Jum'at siang, kami berjalan-jalan ke sebuah taman di Marakesh. Di dalam taman itu ada restorannya. Menantu memesan makanan, dan aku cepat-cepat mengingatkan agar untukku tidak usah pesan apa-apa. Makanannya sudah pasti tajin lagi. Bahkan melihat mereka makan saja perutku kembali terasa mual. Aku tidak makan apa-apa siang itu.

Setelah kembali ke Pau, si Tengah beberapa kali menanyakan apakah rasa mualku melihat tajin sudah hilang. Karena di Pau ini pada kedatangan dua tahun yang lalu, kami pernah dua kali makan tajin di restoran Maroko, yang waktu itu aku bilang cukup enak. Aku belum bisa mengatakan sudah tidak merasa mual lagi saat ini.

****     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar