Selasa, 05 Mei 2015

Menyenangkannya Berkendaraan Mobil

Menyenangkannya Berkendaraan Mobil

Sampai batas tertentu, aku menyenangi menyetir mobil. Menyetir untuk jarak yang lumayan jauh. Di negeri kita, aku pernah menyetir dari Jakarta ke kampung di Bukit Tinggi. Berlanjut sampai ke Pakan Baru terus ke Medan melalui Duri dan Rantau Parapat. Di Jawa, dari Jakarta sampai ke Yogya, ke Solo. Tidak sering-sering. Ke kampung pernah sampai 5 kali. Ke Jogya dan Solo pernah dua kali. Kalau yang lebih dekat sampai ke Bandung, sudah tidak terhitung. Waktu tinggal di Perancis aku pernah menyetir dari Paris, ke Pau di selatan, ke Belanda di utara, ke Nice dan Monaco di tenggara, ke Jenewa (Swiss) di timur.

Tentu saja sangat jauh berbeda menyetir di negeri kita dengan di Perancis (Eropah). Terutama dalam hal kondisi jalan. Jalan tol yag kita punyai baru sampai ke Bandung di Jawa. Di Sumatera bahkan boleh dikatakan belum ada. Yang ada hanyalah jalan bukan tol dan seringkali dalam kondisi tidak pula mulus. Di Sumatera, di jalan yang tidak terlalu lebar, mendahului iring-iringan truk di jalan yang berliku dan mendaki merupakan pekerjaan yang menegangkan dan memerlukan kehati-hatian khusus. Begitu pula di pantai utara Jawa, dimana kita harus ekstra hati-hati ketika berpapasan dengan bus malam yang biasanya sangat menakutkan kecepatan dan kenekatannya. Secara umum, berkendara di negeri kita sangat akrab dengan sport jantung. 

Sebaliknya mengendara di Eropah sangat menyenangkan karena kondisi jalan yang prima. Pengemudi rata-rata lebih tertib. Bukan saja ketika lalu lintas lancar, di saat terjadi kemacetan pun para pengemudi jauh lebih sabar berada dalam antrian. Tidak ada yang main serobot. Tidak ada pejabat atau orang penting yang dikawal polisi bersepeda motor yang minta diprioritaskan. Disamping itu, informasi di pinggir jalan tentang kota yang akan dilalui, jarak yang akan ditempuh selalu sangat mencukupi dan mudah terbaca. 

Kalau kita bandingkan antara jalan tol Jakarta - Bandung dengan umumnya jalan tol di Perancis yang berbeda mungkin adalah fasilitas di tempat istirahat. Di negeri kita, tempat istirahat, selain punya fasilitas tempat mengisi bahan bakar juga didukung oleh berbagai restoran (banyak) dan tempat ibadah. Di Perancis biasanya hanya ada satu restoran, kalau pun ada dan toilet umum. Ada juga yang khusus menyediakan tempat beristirahat saja, tanpa pompa bahan bakar atau restoran.

Hal lain yang berbeda antara jamanku dulu dan sekarang adalah penggunaan GPS yang sangat membantu. Kita dibimbing dengan sangat hati-hati ke titik tujuan kita. Dengan bantuan alat ini kita dengan mudah menemukan alamat hotel yang kita tuju. Dulu aku menggunakan peta, yang meskipun cukup baik tapi mengharuskan kita sering-sering bertanya agar tidak tersesat. 
Pengalaman berkendara jarak jauh yang kami lakukan beberapa hari yang lalu mengembalikan nostalgiaku ke beberapa puluh tahun yang lalu. Meski kali ini aku hanya jadi penumpang yang duduk manis saja di samping B, sang menantu, yang sangat hati-hati dalam menyetir. Aku tulis sangat hati-hati, karena dia mengikuti aturan kecepatan yang terbaca di tanda lalu lintas di pinggir jalan. Ketika kecepatan harus diturunkan ke 100 km per jam, ke 80 km per jam, semua diikutinya dengan tertib. Kami memerlukan waktu 10 jam untuk menempuh jarak 1055 km dari Ecija sampai ke Pau. Kami berangkat jam setengah dua belas siang, berhenti dua kali untuk makan dan shalat masing-masing selama satu setengah jam, akhirnya kami sampai di Pau jam setengah satu tengah malam.  Berbeda dengan hari-hari sebelumnya di mana Fathimah sangat anteng selama perjalanan, duduk atau tertidur di kursi khususnya, hari terakhir itu dia agak rewel. Mungkin terlalu melelahkan baginya berada di mobil selama itu. Begitu sampai di rumah, dia kembali ceria dan berteriak-teriak kegirangan. 

****                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar