Senin, 27 April 2015

Pau

Pau

Keluar dari hotel Riquet kami dibawa berkeliling sedikit di kota Toulouse. Sekedar raun panik. Dan terakhir mampir ke sebuah restoran halal untuk makan siang. Sebuah restoran yang dikelola oleh orang Maghribi (mungkin Aljazair atau Maroko). Setelah itu baru berjalan ke luar dari kota menuju ke Pau, melalui jalan tol (autoroute) no A64. Jarak Toulouse - Pau sekitar 190 km. Jalan tol yang boleh dikatakan sepi. Mobil dapat dipacu sampai kecepatan maksimum yang diijinkan, 130 km per jam. Udara cukup cerah siang ini.

Aku dan menantu yang memegang stir berbincang-bincang apa saja. Mengenai aturan berkendaraan di Perancis yang semakin tertib dengan banyak peraturan. Kecepatan kendaraan diawasi dan ada sangsi berat bagi yang melanggar. Tidak boleh menggunakan hape ketika sedang menyetir, bahkan ketahuan memegang hape saja bisa dianggap melakukan pelanggaran. Pendatang seperti menantu dan si Tengah harus mempunyai SIM, yang untuk mendapatkannya harus melalui ujian teori dan praktek. SIM internasional dari Indonesia hanya diijinkan untuk jangka waktu tertentu. 

Sangat jauh berobah. Ketika aku dulu tinggal di Perancis ini, yang perlu diperhatikan hanyalah asuransi kendaraan yang bukti pembayarannya harus ditempelkan di kaca depan mobil. Aku berbekal SIM internasional waktu itu, tapi tidak sekalipun berurusan dengan polisi. 27 tahun yang lalu, aku mengendarai mobil dari Paris ke Pau dengan kecepatan 140 km per jam. Tiap sebentar kami dibalap oleh Mercedes atau BMW yang berkecepatan mungkin sampai 200 km per jam. Sekarang kecepatan seperti itu akan dikenai sangsi yang berat, menurut menantu. 

Di bangku belakang, nenek sudah mulai agak akrab dengan Fathimah kecil. Fathimah duduk di tempat duduk khusus. Hamizan terpisah sendirian di bangku paling belakang sambil menonton film kartun. Masing-masing harus menggunakan sabuk pengaman. Seandainya Fathimah ingin menyusu, mobil harus berhenti di tempat pemberhentian. Begitu peraturannya.

Setelah berkendara sekitar 2 jam kami sampai di Pau. Aku dulu di tahun 1988 pernah tinggal di kota ini selama 6 bulan. Tapi mobilitasku di kota ini pada waktu itu sangat rendah. Tidak banyak tempat yang aku kenal. Kami akhirnya sampai di tempat tinggal mereka, di sebuah rumah bertingkat dua yang terdiri dari enam bagian dihuni enam keluarga. Bagian rumah tempat tinggal keluarga menantu ini terletak di bagian bawah. Ada ruangan tamu merangkap ruangan keluarga cukup luas, tiga kamar tidur, dapur. Sebuah rumah yang cukup nyaman untuk ditinggali.

Fathimah langsung mau digendong. Mungkin karena dia sudah mengenal wajahku melalui skype. Si Upiak Kecil ini benar-benar adorable. Tersenyum-senyum digendongan. Hamizan, si abang, berkomunikasi dalam bahasa campur-campur bahasa Indonesia dan English. Dia sudah punya vokabulari bahasa Inggeris yang lumayan banyak.

Kami shalat zuhur (dijamak dengan asar) jam setengah empat, masih dalam waktu zuhur. Aku diberi tahu bahwa waktu subuh adalah jam 5.50. Waktu zuhur jam 2 siang. Asar jam setengah enam sore. Berarti shalat subuh kami tadi pagi masih jauh sebelum masuk waktu. Ya, mau apa lagi, kan karena tidak tahu. 

Waktu maghrib jam 9 malam. B, sang menantu mengajakku untuk shalat ke mesjid. Mesjid itu sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah kalau kita berjalan kaki. Tapi kalau menggunakan mobil harus berputar agak jauh. Menurut B, jaraknya sekitar 10 menit kalau jalan kaki atau 7 menit kalau naik mobil. Kami pergi dengan mobil. Mesjid itu rupanya satu-satunya di kota Pau. Jamaah shalat maghrib cukup banyak. Ada sekitar seratus orang dalam tiga shaf lebih. Umumnya bertampang maghribi.

Aku menjamak shalat dengan isya.  Pulang dari mesjid, sudah jam setengah sepuluh. Aku sudah sangat mengantuk dan langsung masuk kamar untuk tidur. 

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar