Kamis, 30 April 2015

Cordoba

Cordoba

Sebelum berangkat mengunjungi cucu, menantu kami B menanyakan kemana kami ingin diajak jalan-jalan selama berada di Pau. Rencana itu akan disesuaikan dengan jadwal libur sekolah Hamizan dan dia sendiri akan mengambil cuti. Dulu ketika pernah tinggal di Perancis, kami ingin berkunjung ke Cordoba dan Alhambra di Spanyol, melihat peninggalan sejarah Islam di sana. Keinginan tersebut tidak pernah kesampaian. Waktu aku memberi tahu hal tersebut menantu kami menyetujuinya dan merencanakan saat kunjungan akan dilakukan dan menyiapkan segala sesuatu termasuk pemesanan hotel dan kendaraan. 

Rencana itu kami realisasikan hari Selasa tanggal 28 April. Kami berangkat dari Pau jam setengah sebelas pagi. Perjalanan jauh melalui jalan tol (autoroute) ke arah barat dari Pau sampai ke kota Burgos lalu berbelok ke selatan menuju Spanyol. Lalu lintas sangat lancar dan kami melaju dengan kecepatan maksimal 130 km per jam. B, sang menantu sangat menyukai menyetir dalam


perjalanan jauh seperti ini, yang sudah dilakukannya banyak kali selama keberadaannya di Pau. Menyetir di jalan yang bagus dan suasana berlalu lintas yang tertib memang cukup menyenangkan. 

Pemandangan hampir monoton di sepanjang jalan dengan tanah pertanian yang terhampar sangat luas di area yang relatif datar. Sebagian besar berwarna hijau, mirip sawah di negeri kita. Pengairan ladang ini kelihatannya dilakukan dengan air tanah yang dipompa. Cuaca cerah di sepanjang perjalanan. Jam satu siang kami berhenti istirahat di sebuah pompa bensin untuk makan siang dan shalat. Makan masakan yang disiapkan dari rumah. Tempat itu sudah di daerah Spanyol. Banyak truk besar juga beristirahat di sana. 

Hampir jam setengah tiga, sesudah melaksanakan shalat zuhur (waktu zuhur jam dua lebih sepuluh), kami melanjutkan perjalanan. Melalui jalan tol yang tetap lancar tanpa halangan. Aku mengamati bahwa satu sisi jalan tol ini hanya terdiri dari dua jalur saja. Para pengemudi umumnya sangat tertib. Mereka mengemudi di jalur paling kanan dan masuk ke jalur kiri hanya ketika akan mendahului kendaraan lain. Kadang-kadang kami beriringan dengan beberapa buah truk besar dan panjang. Ketika sebuah truk sedang mendahului truk lain, dengan kecepatan lebih rendah, kendaraan kecil menunggu di belakangnya. Tidak ada yang main serobot.

Perjalanan panjang di hari itu kami akhiri di kota Madrid, lebih dari 600 km dari Pau. Kami sampai di sini jam setengah tujuh sore, tapi matahari masih seperti jam tiga di tempat kita. Di kota ini kami menginap malam itu, di sebuah hotel apartemen dengan dua buah kamar, ruangan keluarga dan dapur. 

Hari Rabu pagi kami melanjutkan perjalanan. Diawali dengan melihat-lihat kota Madrid sambil berkendaraan saja tanpa berhenti. Kami (aku, istri dan dua anak kami yang pertama) pernah berkunjung ke kota ini di tahun 1984. Naik kereta api dari Paris yang di perbatasan Perancis - Spanyol kereta api harus menyesuaikan ukuran as rodanya, karena ukuran rel antara kedua negara itu berbeda. Waktu itu aku menyewa mobil dan berkeliling-keliling di dalam kota ini. Jam sebelas kami tinggalkan kota Madrid. Tujuan kami adalah Cordoba, 400 km di selatan.

Ada yang berbeda di jalan menuju Cordoba ini. Jalan tolnya gratis. Kemarin sampai ke Madrid kami masih membayar tol. 

Menjelang jam empat sore kami sampai di Cordoba. Langsung menuju komplek mesjid yang terkenal itu. Kami melalui sebuah jembatan cukup panjang dari tempat parkir sebelum sampai ke mesjid. Dari jembatan itu bangunan itu tidak terlihat lagi seperti sebuah mesjid. Di sebelah kiri ada sebuah menara yang di puncaknya ada tanda salib. Menara itu adalah tempat lonceng gereja. 

Untuk memasuki mesjid kami harus membeli karcis. Harga karcis 8 Euro untuk orang dewasa. Anak-anak di bawah 10 tahun tidak membayar. Petugas di pintu masuk menyapa kami dan bertanya apakah kami dari Malaysia atau Indonesia. Dia mengingatkan agar kami tidak melakukan shalat di dalam mesjid. Si Tengah mengatakan bahwa dia mendapat cerita pernah ada satu rombongan pengunjung yang melakukan shalat di dalam mesjid ini ditegur bahkan diusir petugas. Padahal sebelum itu aku mengatakan bahwa aku juga ingin mengerjakan shalat di dalamnya.

Bangunan dalam mesjid itu masih utuh menunjukkan sebuah mesjid yang megah, dengan tiang-tiang yang kukuh, disertai lengkungan indah di antara dua tiang menuju langit-langit mesjid yang tinggi. Mesjid yang menurut catatan sejarah dibangun pada tahun 785 M ini sangat luas. Hanya saja sekarang penuh dengan ornamen, tanda salib dan hiasan khas gereja Katholik. Ada bagian-bagian yang disekat, dan di dalam ruangan yang disekat itu terdapat patung-patung manusia (orang suci menurut agama Katholik).


Bagian mihrab masih dipertahankan dan dibatasi dengan pagar besi. Kita tidak bisa masuk ke bahagian tersebut. Ada kalighrafi ayat al Quran di dinding dekat mihrab. Hanya bahagian mihrab ini saja yang bebas dari simbol-simbol dan hiasan salib. Kalighrafi ayat al Quran juga terdapat di beberapa bagian dinding yang lain, tapi terlihat kusam. 


Di langit-langit tergantung tempat meletakkan lampu-lampu lililn dengan lilin yang menyala. Aku melamun membayangkan betapa syahdunya mengerjakan shalat di mesjid ini seribu tahun yang lalu. Membayangkan betapa ramainya jamaah umat Islam yang ikut shalat di waktu itu. Menurut catatan sejarah pula, Cordoba adalah pusat budaya dan pengetahuan Islam selama kurun waktu yang panjang beratus tahun. Di sini hadir para ilmuwan Islam terkenal yang menguasai ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu kemaritiman. Banyak mahasiswa yang bukan Islam pun datang belajar ke kota ini. Pusat dari ilmu pengetahuan itu dihimpun di komplek mesjid yang indah ini.

Tapi demikianlah ketetapan Allah, keagungan dan kemuliaan itu dibiarkan Allah runtuh dan bahkan tercerabut sampai ke akar-akarnya. Andalusia yang tadinya merupakan pusat kejayaan Islam, di pertengahan abad ke lima belas dikalahkan oleh agama Katholik. 

Cukup memilukan melihat bukti sejarah yang terhampar di hadapan mata. Aku yang tadinya terlintas keinginan untuk mengerjakan shalat di dalam mesjid ini, terlepas dari larangan petugas penjaga karcis masuk, jadi tidak berminat mengerjakannya karena suasananya yang lebih kental bernuansa gereja. 

Kami tidak berlama-lama di lingkungan mesjid. Jam setengah tujuh kami tinggalkan tempat itu. Tujuan kami adalah kota kecil Ecija, sekitar 60 km dari Cordoba. B telah memesan hotel tempat kami akan menginap sampai hari Sabtu di kota tersebut.

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar