Minggu, 13 Agustus 2017

Inovasi

Inovasi

Aku membaca sebuah artikel tentang tumbangnya sebuah perusahaan yang sudah berumur puluhan tahun di negeri kita. Perusahaan jamu yang sangat merakyat, yang produknya sangat dikenal dan digunakan masyarakat secara luas. Banyak konon yang kaget mendengarnya. Kok bisa usaha yang sudah mapan dan dikelola berpuluh tahun itu tiba-tiba tersungkur. Lebih menariknya lagi bagiku, ada tulisan seorang ahli yang bercerita tentang perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang bernasib sama. 

Perusahaan-perusahaan raksasa yang tiba-tiba terjerembab. Disebutkan oleh sang ahli itu, bagaimana merek-merek sebesar Toshiba, Sharp, Sanyo di Jepang sana tiba-tiba kehilangan nafas dan ambruk. Aku terpaksa percaya karena punya pengalaman kecil. Laptop ku sebelum ini bermerek Toshiba, sudah dipakai beberapa tahun, ketika akhirnya sang laptop sakit parah dan tidak bisa difungsikan optimal. Aku berniat membeli yang baru. Ketika aku bertanya jenis laptop Toshiba yang lebih baru, pelayan toko memberi tahu bahwa barang Toshiba sudah tidak ada lagi (dijual). Aku yang terheran-heran dan bertanya kenapa, dijawab, bahwa bahwa produk Toshiba sudah tidak pernah datang lagi.  

Pelan-pelan otakku mulai memahami bahwa terlambat dalam berinovasi bisa berakibat sangat fatal pada sebuah industri besar. Para pakar dituntut untuk setiap saat menemukan inovasi baru. Jika gagal, maka resikonya bisa hancur. Itu yang terjadi dengan Nokia, pembuat telepon genggam. Beberapa tahun yang lalu, hampir-hampir orang mengenal hape itu sebagai Nokia, karena sebegitu populernya merek itu. Tapi kemudian, Nokia ditenggelamkan oleh merek-merek lain seperti Blackberry dan terakhir Samsung. Blackberry saat ini sepertinya juga sudah mulai megap-megap. Akankah Samsung bertahan? Biar sama-sama kita lihat.  

Kita bisa dengan mudah memahami jika peralatan elektronik seperti laptop, hape, kamera dan sebagainya itu dapat tergilas kalau gagal membuat terobosan. Tapi bagaimana dengan jamu? Ternyata demikian pula. Kalaupun produk jamunya tetap masih dihasilkan dari racikan tumbuh-tumbuhan yang sama, si produser dituntut untuk lebih jeli dan giat dalam mengiklankan produknya. Besar kemungkinan inilah penyebab ambruknya penjualan jamu yang kita bahas.   

Pada suatu kesempatan aku menonton tayangan tv NHK tentang pasar lambung (food court) di Beijing, Cina. Ada sebuah tempat di mana berjejer puluhan penjual makanan, yang biasanya berjualan di malam hari. Seorang penjual diwawancarai dan bercerita bahwa persaingan dagang di pasar lambung itu sangat ketat. Kita, katanya, harus secara berkala memperkenalkan hidangan baru dengan resep baru. Karena satu jenis makanan yang disukai orang banyak, pasti akan ditiru oleh pedagang di sebelah menyebelah. 

****       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar