Minggu, 05 Februari 2017

Antara Martabak Dan Martabat

Antara Martabak Dan Martabat 

Siapa yang tidak kenal dengan martabak? Penganan khas yang dijual orang di mana saja di sepanjang jalan di tengah kota, biasanya oleh pedagang kaki lima. Ada dua macam martabak. Martabak manis dan martabak asin. Yang manis dibuat dari tepung terigu dengan berbagai macam bahan penyertanya, adonan yang sangat kental lalu dimasak di cetakan khusus. Sesudah adonan itu masak dilamuri dengan mentega dan aneka macam pemanis, sebelum akhirnya dilipat dan seterusnya dipotong-potong siap untuk disantap. Martabak asin pula adalah lembaran tepung terigu juga yang dijadikan pembungkus adonan potongan daging dan daun bawang yang diaduk dengan telur bebek, digoreng di sebuah wajan ceper. Martabak asin ini nantinya disantap dengan ditemani acar mentimun dan bawang dicampur cuka dan kecap. Martabak manis dan asin dijual oleh pedagang yang sama, di rombong atau gerobak yang sama, tapi tidaklah untuk disantap bersamaan. Memakan yang manis dan yang asin bersamaan, kalau kata orang kampung saya kalimuncungan rasanya. Artinya, dua rasa yang tidak pas untuk dikombinasikan.  

______

Tersebutlah kisah tentang sebuah perkara yang lumayan rumit. Seorang yang berambisi untuk menjabat lagi dalam rangka mengkampanyekan dirinya sendiri terlanjur mengeluarkan ucapan yang menohok kitab suci umat Islam. Sebuah perkara yang mungkin dia sendiri tidak menyangka akan sebegitu hebat dampaknya. Dia dinyatakan telah menistakan ayat al Quran dan berujung diadili sebagai seorang terdakwa. Diapun menjalani sidang pengadilan yang dilaksanakan sekali seminggu. Seperti layaknya sebuah pengadilan maka didatangkanlah saksi-saksi.

Salah seorang saksi itu adalah pemimpin para ulama. Seorang yang sudah sepuh tapi sangat berwibawa dan penuh kharisma. Beliau juga seorang yang paling dituakan di organisasi masa terbesar umat Islam Indonesia. Kesaksian beliau adalah sesuatu yang wajar-wajar saja, untuk menanyakan apakah benar yang dilakukan si terdakwa tadi itu dapat dinilai sebagai suatu penistaan.

Namun yang terjadi agak diluar dugaan. Orang tua sepuh yang jadi saksi ini, di ruang pengadilan tersebut dicecar oleh si terdakwa serta tim penasihat hukumnya dengan soalan-soalan yang seolah-olah beliau itu yang menjadi terdakwa. Tidak tanggung-tanggung beliau dituduh sebagai pembohong dan digertak akan diperkarakan. Beliau harus berada di ruang pengadilan itu sampai tujuh jam lamanya. Benar-benar sesuatu yang luar biasa. Telah terjadi sesuatu yang kalimuncungan di ruang sidang itu, ketika terdakwa dengan keangkuhannya memperlakukan saksi dengan sangat tidak sopan. Yang terjadi ibarat memakan martabak manis dan martabak asin bersamaan. Dalam serangan mereka itu tanpa mereka (terdakwa dan penasihat hukumnya) sadari telah membuka cacadnya sendiri yang sangat mungkin bisa menjadi perkara yang lain pula.

Yang terjadi sesudah itu mungkin tidak diperhitungkan pula oleh si terdakwa. Masyarakat, terutama anggota organisasi masa sang kiyai secara bersamaan mengecam dan bahkan ada yang mengancam si terdakwa. Apa-apa yang diungkapkan terdakwa dan penasihat hukumnya bisa-bisa menyeretnya ke persoalan hukum yang lain. Sepertinya sang terdakwa dan para penasihat hukumnya baru sadar sesudah itu dan bahkan terlihat ketakutan.

Yang sangat mengherankan kita, yang pergi menyambangi sang kiyai  sesudah 'malapetaka' di ruang pengadilan itu adalah seorang menteri senior disertai petinggi tentara dan polisi. Menurut menteri itu hanya kunjungan biasa karena beliau sudah saling kenal sejak lama dengan sang kiyai. Tapi orang-orang yang tidak buta segera faham bahwa kunjungan tersebut bukan sekedar kunjungan silaturrahim karena memang tidak terlihat sama sekali seperti itu. 

Seandainya benarlah yang disangka banyak orang bahwa kunjungan petinggi-petinggi ke rumah sang kiyai dalam rangka melembutkan hati beliau untuk memberi maaf, kita jadi bertanya-tanya, apa hal yang demikian tidak salah pasang? Kok sebegitu benar pembelaan atau pertolongan untuk si tersangka yang jumawa? Di mana martabat petinggi-petinggi ini?  

Si terdakwa kononnya juga ingin datang minta maaf, tapi sang kiyai berlaku sangat bijak. Kalau urusan maaf, beliau sudah memaafkan. Tapi kalau untuk bertemu, beliau menolak. Khawatir umat akan bertambah marah. 

Entah bagaimana akan berakhirnya pengadilan untuk si terdakwa ini nanti.

****  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar