Sabtu, 12 November 2016

Hari-hari Melayat

Hari-hari Melayat 

Kematian terjadi saja setiap saat. Dan setiap kita pasti akan mati. Kullu nafsin dzaaiqatul maut, firman Allah dalam al Quran. Setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematian. Semua kita akan mendapat giliran, tinggal masalah waktu. Entah kapan tepatnya, entah di mana tempatnya, entah dengan proses bagaimana datangnya, hanya Allah saja Yang Maha Tahu tentang itu. Namun yang pasti, sekali lagi, giliran kita pasti datang. 

Minggu ini aku pergi melayat dua kali.

Hari Selasa yang lalu etek ku (bibi dalam bahasa Indonesia) meninggal di rumah anak beliau di Ciputat. Usia beliau 93 tahun. Beliau lebih tua beberapa bulan dari ibuku. Dan ibuku sudah lebih dahulu dipanggil Allah 14 tahun yang lalu. Beliau ini adalah yang paling tua di persukuan kami. Yang sangat istimewa dari beliau adalah bahwa ingatan beliau luar biasa bening. Beliau ingat dengan banyak hal yang kita, yang lebih muda terheran-heran dengan ketajaman ingatan beliau tersebut. Waktu aku memberi tahu si Bungsu bahwa nenek D meninggal, dan menanyakan apakah dia tahu siapa yang aku maksud, lalu jawab si Bungsu, ya aku tahu, nenek yang tahu bahwa aku sekolah di farmasi ITB. Padahal kami membawa si Bungsu mengunjungi beliau paling-paling hanya sekali setahun di saat hari raya. 

Sudah cukup lama beliau lebih banyak terbaring di tempat tidur. Namun di tempat tidur beliau selalu sangat akrab dengan al Quran. Dan dengan hape, untuk ber sms dengan anak-anak, cucu-cucu dan bahkan piyut-piyut beliau. Semua sekarang pasti sangat kehilangan setelah beliau tidak ada. Tidak ada lagi yang mengirim sms untuk menasihati mereka. Mudah-mudahan Allah menempatkan beliau di tempat yang sebaik-baiknya di alam barzah.

Tadi pagi aku pergi melayat seorang rekan sekerja di Total. Dia meninggal tadi malam. Cukup lama dia sakit. Terakhir sekali aku bertemu dengannya di pesta pernikahan anak rekan kami yang lain beberapa bulan yang lalu. Waktu itu dia bercerita bahwa dia sedang mengidap penyakit ca, yang oleh dokter diberitahu sudah stadium 4. Dia tahu bahwa yang disampaikan dokter itu adalah sebuah warning. Kita tunggu sajalah, katanya waktu itu. 

Dia sekitar dua tahun lebih tua dariku. Tapi umur bukanlah suatu halangan bagi datangnya kematian. Ada yang muda, ada yang tua waktu mengakhiri kehidupan. Masing-masing sudah ditetapkan Allah bahagiannya.

Aku ikut menyalatkan jenazahnya tadi pagi tapi tidak ikut mengantarnya ke pemakaman. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosanya dan menerima amal ibadahnya.

Kita sama-sama telah hadir dalam kehidupan di dunia ini. Sudah berkiprah sesuai dengan kemampuan dan kepandaian kita masing-masing. Berbeda-beda pencapaian kita dalam kehidupan. Ada yang berhasil, ada yang biasa-biasa saja, ada yang tertatih-tatih. Tapi semua kita berakhir pada kematian. Hasil perolehan dunia kita tinggalkan, apapun itu. Yang kita bawa mati adalah catatan amal selama kita hidup. Dan setiap amal itu nanti akan diperhitungkan Allah untuk diberi ganjaran dari Nya. Kita berharap, kiranya kita mengakhiri kehidupan ini dalam husnul khaatimah. Dalam akhir yang baik menurut penilaian Allah.   

****                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar