Selasa, 29 September 2015

Temui Kejanggalan Pada Jasad Korban Mina, Dokter ini Surati Raja Saudi (dari Kiblat.Net)

Temui Kejanggalan Pada Jasad Korban Mina, Dokter ini Surati Raja Saudi
 
KIBLAT.NET, Riyadh — 

Kerajaan Arab Saudi belum mengeluarkan rilis resmi terkait penyebab musibah Mina, yang merenggut tujuh ratusan jiwa. Namun, berbagai analisis dan spekulasi terus bermunculan. Salah satunya, surat seorang dokter Mesir kepada Raja Saudi, Salman bin Abdul Aziz.

Abdul Hamid Fauzi Ibrahim Abu Sa’ad, nama dokter tersebut, meminta kepada raja agar jangan buru-buru mengubur jenazah korban musibah Mina sebelum dilakukan otopsi. Sebab, menurutnya ada kejanggalan yang merata pada jasad jenazah. Ia bahkan mencurigai musibah ini bukan sebuah kebetulan semata.

Berikut isi surat dokter tersebut yang kami terjemahkan dari sumber ini.

“Dari warga Mesir kepada tuan Penjaga Dua Masjid Suci yang semoga dilindungi Allah.
Hari ini wahai tuanku, saya mendapatkan pengalaman tragis ketika mencari keponakanku yang hilang pasca insiden Mina yang mengerikan itu. Saya merasa tenang, setelah berkeliling mencari dari jam enam pagi hingga delapan malam, dan mendapatkan keponokanku dalam keadaan baik-baik saja, Alhamdulillah.

Namun, selama saya mencari keponakanku di seluruh rumah sakit di Mina, Arafah, Mekkah dan Jeddah dan bertanya seluruh lembaga medis tanpa terkecuali, termasuk Direktorat Kesehatan di Mekah dan berdasarkan pengalamanku 30 tahun lebih di departemen kesehatan, saya menemukan dua catatan penting yang ingin saya sampaikan kepada Anda.
Saya berpikir, satu dari dua catatan itu harus menjadi kebanggaan dan catatan lainnya harus menjadi masalah serius yang wajib diperhatikan oleh seluruh masyarakat.

Catatan Pertama:

Tingkat layanan di semua rumah sakit yang saya kunjungi, layak dibanggakan Kerajaan dan kita semua sebagai warga Arab. Yang saya maksud di sini bukan hanya bangunan dan peralatannya saja (ini sudah diketahui masyarakat luas). Tetapi yang saya maksud di sini mengenai pelayanan para petugas.

Anda, wahai tuanku, berhasil membangun warga Saudi yang paham dengan kondisi yang dialami negara mereka setelah bencana ini. Pelayanan mereka baik dan membantu dengan cinta dan kasih sayang. Saya mendapati sikap baik para petugas itu di lembaga-lembaga kesehatan, mulai dari Direktur Direktorat Urusan Kesehatan di Mekkah hingga penjaga keamanan di pintu rumah sakit.

Bukan saya saja yang merasakan pelayanan itu karena saya berprofesi dokter. Akan tetapi, saya menyaksikan sikap itu diberlakukan kepada orang-orang yang seperti saya yang mencari sanak keluarga yang hilang. Saya ucapkan selamat dari hati terdalam atas kesuksesan Anda dalam hal ini.

Catatan Kedua:

Ini yang saya pikir sangat serius yang harus kita perhatikan, teliti dan selidiki. Saya melihat mayoritas korban selamat—seperti yang saya saksikan sendiri—mengalami kondisi aneh: mulai dari amnesia, tidak ada sedikitpun goresan, memar atau luka di tubuh mereka. Ini terjadi bukan hanya pada satu atau dua korban, namun pada puluhan korban sehingga memaksa rumah sakit menulis nama pasien dengan nama majhul (tidak diketahui) karena pasien tidak mampu mengingat namanya, nama negaranya atau di mana dia berada saat ini.

Begitu juga, ada puluhan korban meninggal yang disimpan di lemari pendingin tidak ditemukan di tubuh mereka luka sedikitpun yang memungkinkan kita menilai penyebab kematian mereka. Sehingga, tim forensik harus turun tangan untuk menyelidiki penyebab kematian mereka. Saya berharap tim forensik segera turun tangan untuk menyelidiki keanehan ini dalam rangka menjaga nyawa umat Islam. Karena, insiden semacam ini dan hasilnya bertolak belakang dengan logika serta nalar, sehingga menegaskan kecurigaan seorang ahli.

Saya menduga dalam keanehan ini, adanya tangan berdosa yang meledakkan bom gas di tengah lautan jamaah haji yang berdesak-desakan sehingga mengakibatkan korban meninggal dan luka-luka. Tidak hanya saya yang curiga dengan insiden ini, dokter-dokter senior di rumah sakit-sakit juga sama.

Catatan Terakhir:

Yaitu pengakuan polos dari seorang petani perempuan Mesir dari kota Dimyath (kota Mesir yang terletak di muara Delta Nil) kepadaku setelah saya bertanya: “Apa yang terjadi wahai Bu Haji?” Saat itu dia dalam keadaan setengah sadar, kemudian dia berkata, “Setelah kami melewati Muzdalifah, ada rombongan besar berjalan di belakang kami. Mereka dari Afrika, orang-orang dari negara hitam. Tiba-tiba kami bertemu dengan rombongan yang disebut dari Iran. Mereka berhenti di hadapan kami, sampai-sampai saya mengumpat mereka. Mereka membuat nilai hajiku tidak sempurna (karena berkata kasar—edt), semoga Allah mengampuniku dan mengampuni yang lain. Seketika itu saya melihat ke belakang, saya mendapati orang saling bertabrakan, saya pun pingsan kemudian saya sadar dan saya sudah berada di sini.”

Ini wahai Tuanku, kesaksian petani Mesir supaya menjadi perhatian khusus dari Anda jika kita cocokkan ini dengan foto yang menyebar mengenai kondisi korban meninggal dan jika kita memperhatikan kasus kehilangan kesadaran dan amnesia yang mereka alami. Dalam kamus medis, berdesak-desakan dan keramaian bukan penyebab hilangnya ingatan secara keseluruhan.

Tuanku Penjaga Dua Masjid Suci, ini adalah jeritan warga Muslim Mesir, yang cinta agama dan negaranya. Semoga jeritan ini sampai kepada Anda, semoga Allah menjaga Anda, negara Anda, warga Arab dan kaum Muslimin.

Saudaramu,

dr. Abdul Hamid Fauzi Ibrahim Abu Sa’ad
Mantan Penasihat Departemen Kesehatan dan Kependudukan Mesir
Alih Bahasa: Hunef Ibrahim
Editor: Hamdan

****

Jumat, 25 September 2015

Musibah Lagi Di Mina

Musibah Lagi Di Mina  

Telah terjadi musibah lagi di Mina. Pada hari 10 Zulhijjah pagi-pagi, ketika jamaah haji, sesudah mabit (bermalam) di Masy'aril Haraam, setelah mereka selesai wuquf di Arafah hari sebelumnya,  lalu bergegas mau melontar jumrah Aqaba. Entah bagaimana persisnya kejadian itu masih belum jelas. Tapi yang pasti telah jatuh korban. Beratus-ratus orang yang terkorban, meninggal dunia di tempat kejadian.

Apapun alasan yang menyebabkan musibah itu, sekali lagi begitulah ketetapan Allah. Seperti itulah takdir Allah. Memang selalu ada kemungkinan untuk terjadi musibah, ketika 3 juta umat manusia berkumpul di suatu tempat,  mengerjakan amalan yang sama pada waktu yang hampir bersamaan. Ketika mereka wuquf, semua ketiga juta manusia itu berkumpul di padang Arafah. Begitu masuk waktu maghrib menandai awal tanggal 10 Zulhijjah semua mereka bergerak meninggalkan Arafah menuju ke Masy'aril Haraam untuk melewatkan malam di sana. Sesudah shalat subuh mereka kembali bergerak meski kali ini boleh ke tempat yang berbeda. Ada yang menuju jumrah untuk melontar. Dan ada juga yang turun langsung ke Makkah untuk thawaf dan sa'i. 

Ruang tempat melontar jumrah itu sebenarnya terlalu kecil untuk didatangi bepuluh ribu jamaah dalam menit yang sama. Dulu, ketika tempat melontar itu hanya ada di satu lantai, menurut berita, sangat sering terjadi musibah, ketika jamaah terjatuh dan terinjak-injak akibat berdesak-desak. Lalu pemerintah Arab Saudi membuat tempat melontar itu menjadi beberapa tingkat untuk mengurangi keberdesakan di satu lantai. Banyak manfaatnya, dan alhamdulillah hal tersebut bisa mengurangi kecelakaan.   

Musibah kali ini, menurut berita terjadi di jalan menuju ke jumrah. Rombongan yang paling di depat terhalang untuk bergerak maju, sementara rombongan lain di belakangnya mendesak terus sehingga terjadilah kekacauan. Harus kita fahami bahwa yang dimaksud dengan rombongan adalah kumpulan ribuan  atau bahkan puluhribuan jamaah.   

Menarik sekaligus menggelikan komentar orang-orang yang tidak faham dengan rukun Islam dan rukun haji dalam menanggapi terjadinya musibah dan antisipasi untuk menghindari terjadinya kejadian serupa. Ada yang mengatakan, kenapa pelaksanaan haji itu mesti pada waktu yang sempit, hanya beberapa hari saja. Kenapa waktunya tidak diperluas selama bulan-bulan haram. Bahkan ada yang mengatakan, kenapa mesti membuang-buang biaya pergi jauh-jauh ke Makkah. Kenapa tidak dibuat saja tiruan ka'bah dan padang Arafah itu di gunung Bromo misalnya. Pernyataan-pernyataan seperti ini tidak perlu ditanggapi.

Berhaji itu adalah wuquf di Arafah, thawaf mengelilingi Ka'bah, sa'i di antara Shafa dan Marwa dan dikerjakan pada waktu yang ditentukan. Kecelakaan atau musibah tidak hanya terjadi pada saat pelaksanaan ibadah haji di tanah haram. Kapal karam atau pesawat jatuh dalam perjalanan ke sana bisa saja terjadi. 

Kita doakan semoga mereka yang terkorban di Mina kali ini diterima ibadah hajinya oleh Allah Ta'ala. Aamiin.    

****                          

Selasa, 22 September 2015

Semangat Berkurban Di Komplek Kami

Semangat Berkurban Di Komplek Kami 

Sesuatu yang sangat pantas dan perlu disyukuri, betapa semangat untuk berkurban di hari Aidil Adha oleh warga komplek perumahan kami makin meningkat, paling tidak sampai tahun ini. Untuk tahun ini ada 20 ekor sapi yang in sya Allah akan kami potong hari Kamis lusa, sedangkan jumlah kambing masih belum diketahui pasti. Jumlah sapi ini meningkat dari 16 ekor tahun yang lalu. Memang para pengurban lebih cenderung ikut berkurban sapi dibandingkan kurban kambing. Jumlah kurban kambing yang suatu saat pernah mencapai 40 ekor, tahun lalu hanya 15 ekor.

Aku perlu mengulangi bahwa komplek ini terdiri dari sekitar 200an buah rumah dan sekitar 85% warganya beragama Islam. Kami punya mesjid jami' ukuran sederhana di tengah komplek. Dengan jumlah jamaah aktif sekitar 50 - 60 orang. Jamaah aktif maksudnya yang secara teratur hadir shalat berjamaah. Di mesjid inilah kegiatan-kegiatan ibadah dilakukan, termasuk memotong hewan korban di pekarangannya.  

Jumlah 20 ekor sapi tahun ini adalah rekor baru. Memang ada di antaranya yang satu keluarga berkurban satu ekor sapi, bahkan ada beberapa keluarga yang melakukan seperti itu. Secara keseluruhan memang terjadi peningkatan peserta berkurban dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab meningkatnya keikutsertaan warga mungkin karena kami berusaha melakukan ibadah berkurban ini sebersih dan setransparan mungkin.  Sejak dari penentuan biaya kurban, pembelian, pemotongan dan pembagian daging kurban kami kerjakan serapi mungkin. Di samping itu kami para jamaah mesjid melibatkan diri dalam bergotong royong di hari pemotongan. Meskipun demikian kami memerlukan tenaga trampil khusus untuk memotong sapi. Tenaga seperti ini dibayar. Jadi biaya kurban yang harus disetor setiap peserta mencakup biaya operasional dan biaya untuk konsumsi.

Masing-masing pengurban sapi menerima segumpal daging seberat 2 kg, sedangkan pengurban kambing mendapat satu paha belakang kambing. Dan setiap pengurban juga mendapat dua buah kupon (untuk dua kantong daging kurban) yang boleh diserahkannya kepada siapa yang diinginkannya. Sisanya, dibagikan kepada masyarakat di sekitar komplek (yang sebelumnya didata dan diberi kupon) serta semua yang ikut  bergotong royong, termasuk tukang potong sapi. Tahun lalu kami membuat 1600 kantong berisi daging berikut jeroan dan tulang dengan berat setiap kantong sekitar 2.5 kg. Tahun ini rencananya akan kami buat 1700 kantong. 

Semua bagian yang bisa dibagi kami masukkan ke dalam tumpukan untuk dibagi, termasuk jeroan, lidah, otak dan buntut. Yang tidak dibagi hanyalah kaki dan kulit. Kulit yang pernah pula suatu saat kami potong-potong dan dibagi-bagi, tapi ternyata jadi tidak bermanfaat, akhirnya kami sepakati boleh dijual dan uangnya diserahkan ke pesantren. Kaki-kaki sapi dibagi kepada yang mendaftar untuk mendapatkannya. Alhamdulillah semua bisa berjalan dengan tertib.

Untuk konsumsi para pekerja gotong royong, ibu-ibu anggota majelis taklim menyiapkan makanan yang sama sekali tidak melibatkan daging kurban.   

Mudah-mudahan ibadah kurban kami diterima Allah Subhanahu wata'ala.  

****        

Jumat, 18 September 2015

Nostalgia

Nostalgia    

Jauh berjalan, banyak yang dilihat - lama hidup, banyak yang dirasai. Begitu kata-kata bijak orang Melayu. Arti harfiyahnya memang seperti yang terungkap itu. Semakin banyak kita berjalan, semakin beragam pemandangan yang kita lihat. Ada yang cantik memukau, tapi ada pula yang gersang melelahkan. Demikian pula halnya, makin lama kita hidup, makin banyak pengalaman. Berbagai hal pernah menghampiri kehidupan kita. Makin banyak suka dan duka kita lalui. Pasti ada kedua-duanya, ada yang indah-indah, yang rasanya ingin kita kembali bersamanya. Ada yang getir. Yang pahit, yang kita ingin melupakannya tapi tidak bisa.  

Pengalaman yang indah di tempat yang indah senantiasa menjadi kenangan. Kita menyebutnya nostalgia. Ingin rasanya hati kembali lagi ke keadaan seperti itu. Dengan segala keindahannya. Dengan segala keelokannya. Tapi tentu saja tidak mungkin. Karena yang sudah berlalu itu sudah tertinggal di belakang. Bahkan untuk menirunya, membuat sesuatu yang menyerupai keindahan yang dulu pernah dialami, tidak akan mudah. Banyak faktor yang sudah berubah. 

Sebaliknya, pengalaman buruk, di tempat yang buruk, yang mungkin pernah kita alami senantiasa terbayang seperti mimpi buruk. Di satu sisi kita ingin melupakannya, tapi bayangan buruk itu tidak pernah enyah dari pikiran. Di sisi lain kita sepantasnya bisa mensyukuri bahwa pengalaman buruk tersebut telah berlalu. Kita berkesempatan untuk mengobati lukanya atau kepahitan yang terkandung di dalamnya. 

Apapun pengalaman masa lalu yang pernah mampir ke dalam kehidupan kita, itulah takdir Allah. Baik yang indah ataupun yang buruk sama-sama berpotensi melibatkan kita ke dalam dosa atau sebaliknya pahala di hadapan Allah. Ada masa-masa yang kita kenang sebagai masa indah, ketika kita sedang memadu kasih dengan pacar (belum resmi menjadi pasangan hidup), padahal yang kita perbuat waktu itu adalah kemaksiatan. Ada masa kelam dalam kehidupan ketika kita dihukum karena kelalaian kita. Keikhlasan kita menerima hukuman, setelah menyadari kekeliruan yang kita perbuat merupakan sebuah kebaikan untuk kita. 

Memang, jauh berjalan banyak yang sudah dilihat, lama hidup banyak yang sudah dirasakan. Mari kita hitung-hitung semua pengalaman hidup, yang baik ataupun yang buruk, untuk menghadapi kehidupan akhirat nanti. Untuk setiap kekurangan dan dosa yang pernah kita lakukan, kita minta ampun kepada Allah. Untuk setiap kebajikan, kita mohon kiranya Allah meridhainya. Dan kiranya Allah memelihara kita untuk senantiasa taat kepada-Nya sampai akhir hayat kita. Mudah-mudahan nanti di akhirat sana, kita bisa bernostalgia dengan amalan-amalan yang pernah kita lakukan dalam kehidupan di dunia ini.

****                                                

Kamis, 17 September 2015

MC

MC

Biasa jadi omongan di antara para pensiunan, ketika ada yang bertanya, apa saja kegiatan sekarang? Jawabnya, saya jadi MC. Kepanjangan dari kedua huruf itu adalah mengasuh cucu. Lebih tepatnya menggunakan waktu lebih banyak bermain dengan cucu. Memang bermain dan meluangkan waktu untuk cucu berbeda dengan ketika mengasuh anak-anak. Dengan anak-anak, adakalanya kita bisa marah sedangkan dengan cucu, ketika mereka dimarahi oleh orang tuanya (anak atau menantu) kita cenderung membela.   

Ini adalah waktunya kami (aku dan istri dengan bantuan si Bungsu) melakukan full MC. Seutuhnya menjaga dan mengasuh cucu-cucu yang ditinggal orang tuanya pergi melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Mereka tiga orang, terdiri dari si Kembar Rafi - Rasyid dan adiknya Rayyan. Si Kembar sudah duduk di klas 4 SD Jakarta Islamic School di Jati Waringin. Yang kecil, Rayyan sekolah di TKI Al Husna di komplek perumahan kami. 

Sehari-harinya, kami tinggal bersebelahan. Mereka tinggal di rumah yang posisinya di bagian depan dan kami di rumah sebelah belakang. Kedua rumah itupun dinamai dengan 'rumah depan' dan 'rumah belakang'. Anak-anak ini biasanya wira-wiri antara kedua rumah tersebut untuk bermain. Tapi jarang sekali ada yang mau menginap di rumah belakang kecuali kalau bersama-sama dengan bunda atau karena terpaksa. Yang terakhir ini misalnya ketika orang tua mereka pergi mengikuti manasik haji di luar kota selama dua hari.

Sekarang mereka terpaksa pindah ke rumah belakang. Tapi alhamdulillah, tidak ada masalah. Semua aman-aman saja. Untuk tidur mereka bertiga yang menetapkan akan tidur di kamar onti. Di kamar itu ada sebuah tempat tidur besar. Dan ditambah dengan kasur kecil. Tiga bersaudara tidur di tempat tidur besar dan onti mengalah tidur di kasur kecil. Mereka senang di kamar itu karena onti selalu banyak cerita pengantar tidur dan tidurnya bisa agak terlambat. Jam setengah enam, si Kembar dibangunkan untuk shalat subuh dan bersiap-siap. 

Sepulang dari mesjid inyiak dan nenek sibuk di dapur menyiapkan sarapan serta bekal untuk dibawa ke sekolah. Bekal yang dibawa itu ternyata untuk sarapan bersama karena siang harinya mereka makan dari kantin sekolah. Sudah dua hari berturut-turut membawa bekal nasi goreng buatan inyiak. Nasi goreng sosis ditambah telor matasapi. Ketika ditanya mau membawa bekal apa untuk hari kedua (tadi pagi), keduanya minta dibikinkan nasi goreng lagi. Ya, sudah. Hari ini dibuatkan lagi tapi diingatkan jangan tiap hari nasi goreng.

Mereka lalu diantar onti ke sekolah. Berangkat jam 6.20 dari rumah. Sebelum berangkat ke tempat kerjanya, onti pulang lagi mengurus Rayyan untuk mandi dan minum obat. Rayyan yang dalam keadaan kurang sehat tidak masuk sekolah minggu ini, jadi tinggal sama inyiak dan nenek di rumah. Semua mainan sudah dipindahsementarakan ke rumah belakang. Rayyan bisa main kereta api Thomas melalui rel berliku-liku, dengan inyiak. Atau memainkan gadget. Ipad inyiak sudah jadi seperti milik mereka bertiga. Penuh dengan bermacam-macam games / mainan. Tetapi memainkan Ipad harus diingatkan kapan mesti berhenti. Kalau tidak bisa berketerusan.

Rayyan bisa tidur siang kalau sudah kecapekan. Si Kecil ini aneh, kalau ditanya mau makan jawabnya selalu dia sudah kenyang. Kalau mau menyuruhnya makan tidak perlu ditanyai tapi langsung saja disuapi. Dengan cara ini tidak pernah ada penolakan. Nenek yang paling ahli menyuapinya.

Rafi dan Rasyid pulang sekolah jam 4 sore, sesudah shalat ashar berjamaah di sekolah. Hari ketika papa dan bundanya berangkat, inyiak yang menjemput mereka. Tapi kemarin dan tadi mereka dijemput onti. Sampai di rumah, mandi dan setelah itu langsung minta makan. Makan apa adanya dan tidak mesti nasi. Soalnya kata mereka makan di kantin sekolah tidak kenyang. Selanjutnya bermain sampai waktu maghrib.

Inyiak selalu mengingatkan Rafi dan Rasyid untuk shalat berjamaah dan bergantian jadi imam. Keduanya sudah hafal juz amma secara utuh. Kadang-kadang mereka ikut shalat maghrib ke mesjid. Tapi lebih sering shalat di rumah.  

Kami makan malam sesudah shalat isya. Sambil bercanda di meja makan, dengan cerita tentang kejadian di sekolah hari ini. Alhamdulillaah, sampai sekarang, malam ketiga sejak papa dan bunda berangkat, keadaan aman-aman saja. Mudah-mudahan tetap demikian sampai seterusnya. 

****                                                   

Senin, 14 September 2015

Mereka Berangkat Menunaikan Ibadah Haji

Mereka Berangkat Menunaikan Ibadah Haji 

Alhamdulillaah, tahun ini si Sulung akan pergi menemani suaminya melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Kesempatan ini benar-benar dengan kemudahan dari Allah Ta'ala. Mereka yang tadinya dijadwalkan berangkat tahun 2017, tiba-tiba ditawari untuk berangkat tahun ini, karena ada jamaah yang seharusnya berangkat sekarang, tidak bisa pergi. Mereka bersyukur dengan kemudahan ini, karena waktu penantian jamaah untuk pergi menunaikan rukun Islam ini semakin panjang saja setiap tahun. Adikku yang mendaftar tahun 2014 kemarin baru akan bisa berangkat insya Allah nanti  tahun 2028 (14 tahun kemudian). 

Sejak mendapat kepastian akan ikut berangkat tahun ini, mereka berdua memberi tahu ketiga anak-anaknya, si Kembar Rafi dan Rasyid serta Rayyan. Tentu saja dengan memberi pengertian kepada mereka bahwa papa dan bundanya pergi menunaikan ibadah. Reaksi pertama anak-anak itu bermacam-macam, meski intinya sama. Kenapa mereka tidak diajak ikut. Rafi protes dengan mengatakan, 'Afi mulai hari ini ga mau senyum sama bunda sampai bunda pulang dari haji.' Tapi untunglah itu hanya gertakan saja. Rasyid lain lagi komentarnya. 'Bunda sama papa mah keenakan, entar nginap di hotel. Anaknya ditinggalin.' Soalnya mereka sudah punya pengalaman dibawa pergi umrah tahun 2012 yang lalu. Si Bungsu Rayyan justru terlihat lebih santai.

Namun dalam berjalannya waktu setelah diulang-ulang menjelaskan bahwa perjalanan ini bukan untuk bersenang-senang tapi semata-mata untuk ibadah, anak-anak itu akhirnya mengerti juga. 

Mereka akan berangkat dari rumah hari ini, Selasa 15 September. Ditawarkan sama Rafi dan Rasyid apakah mau melihat papa dan bundanya berangkat, tapi mereka menolak dan memilih untuk sekolah seperti biasa. Waktu tadi pagi diantar ke sekolah oleh papa dan bunda, Rafi biasa-biasa saja ketika berpamitan. Rasyid agak berbeda, dia sengaja tidak mau menoleh dan langsung pergi menuju kelasnya. Sepertinya Rasyid memang agak sedikit galau di saat-saat terakhir ini.  

Aku bisa merasakan bahwa si Sulung agak terharu untuk meninggalkan ketiga puteranya selama perjalanan haji. Mereka memang belum pernah berpisah lama. Beberapa pekan yang lalu, ketika mereka mengikuti manasik selama dua hari dua malam di Ciloto, anak-anak mereka tinggal dengan kami. Alhamdulillah tidak ada masalah. Tapi sekarang mereka akan pergi untuk 25 hari. Aku menasihati si Sulung dan suaminya agar tegar, dan berkonsentrasi untuk berangkat. Serahkan segalanya kepada Allah. Karena Allah adalah sebaik-baik tempat berserah diri.  Aku ingatkan bagaimana dulu kami juga meninggalkan mereka waktu kami menunaikan ibadah haji di tahun 1990. Saat itu si Bungsu baru berumur tiga setengah tahun. Mereka di tinggal dengan si mBok dan keluarga adikku di Balikpapan. Aku yang biasanya juga 'cengeng' ketika harus meninggalkan anak-anak untuk waktu lama, saat itu, alhamdulillah dengan izin Allah bisa tenang dan mantap selama berada di Tanah Suci. Dan dengan pertolongan Allah semuanya berlalu dengan aman.

Kami (aku, istri dan si Bungsu) akan mengurus ketiga anak-anak itu selama ditinggal orang tuanya. Mereka akan menginap di 'rumah belakang' (begitu mereka menyebutnya), dan akan tidur dengan Onti (aunty) di kamarnya. Semoga Allah memudahkan segala-galanya, baik untuk perjalanan si Sulung dan suaminya, begitu juga dengan anak-anaknya yang ditinggal dengan kami. Mudah-mudahan mereka mendapat haji yang mabrur. Aamiin.

****                                    

Sabtu, 12 September 2015

Derita Asap Tak Berujung

Derita Asap Tak Berujung        

Ada fenomena sangat  aneh yang berlaku di negara kita Indonesia ini. Ada kerusakan yang terjadi berulang-ulang, sudah terbukti betapa buruknya akibat dari kerusakan tersebut, diketahui penyebabnya tapi tidak bisa diselesaikan atau dicari jalan keluarnya. Kerusakan itu adalah pembakaran hutan untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan. Telah sejak lama (sejak zaman Orde Baru) berlaku pemberian hak penguasaan hutan kepada orang-orang tertentu di negeri ini. Sudah sejak lama pula hutan-hutan di negeri ini dirusak dengan pembalakan yang tidak pakai perhitungan. Dan sejak beberapa belas tahun terakhir,  berjuta-juta hektar hutan di Sumatera dan Kalimantan mereka konversi menjadi kebun sawit. Perorangan ini berkuasa penuh meneruka dan menghancurkan hutan tersebut dengan caranya sendiri. Caranya adalah dengan membakar isi hutan. Mereka, si penguasa hutan ini tidak perduli dengan segala dampak dan akibat buruk yang terjadi karena pembakaran yang dilakukan semena-mena itu. Bahwa hutan itu juga ada penghuninya mereka tidak perduli. Bahkan mereka tidak perduli dengan derita yang ditanggung berjuta orang baik di pulau yang sama atau bahkan merambat ke negeri tetangga. Dan ini terjadi berulang-ulang setiap tahun. Pemerintah negeri ini tidak berdaya menghentikannya. Benar-benar aneh. Bagaimana mungkin kejadian yang sempat diprotes keras negara tetangga Malaysia dan Singapura itu selalu saja terulang lagi? 

Tahun ini angin tidak menerbangkannya ke negeri tetangga tapi menaburnya di segenap pulau Sumatera. Foto-foto ini adalah bukti nyata tentang derita asap yang tak berujung ini.  

Tadi pagi aku sempat bertanya kepada seorang saudara di kampungku Koto Tuo Balai Gurah di kaki gunung Marapi. Dia mengirimiku dua buah foto yang diambilnya tadi pagi itu. Menurut keterangannya, gangguan asap tebal di kampung kami ini sudah berlangsung selama seminggu dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Sementara ini belum ada turun hujan sehingga udara pengap berasap dan menyesakkan nafas itu terpaksa diterima begitu saja.  Sebagian sekolah terpaksa diliburkan. Sudah banyak jatuh korban, sakit saluran pernafasan  di tengah masyarakat. 

Pencemaran udara oleh asap pekat akibat pembakaran hutan ini jelas-jelas merupakan kezaliman. Pemerintah seharusnya bisa menghentikan kezaliman ini. Namun itulah yang sangat mengherankan. Sudah bertahun-tahun kejadian serupa terjadi tanpa pernah ada penyelesaian yang tuntas. Si pengusaha yang membakari hutan itu rupanya benar-benar sakti tak terkalahkan. 

Kita teringat akan peringatan Allah dalam surah Rum ayat 41 seperti berikut:  “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menjadikan mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”  

Kita memohon kepada Allah agar mereka yang berbuat kezaliman ini ditunjuki Allah dan agar kita semua dibebaskan dari bencana ini.  

****            



                                 

Jumat, 11 September 2015

Kalau Allah Berkehendak......

Kalau Allah Berkehendak.....    

Telah terjadi suatu musibah di Masjidil Haram tadi malam. Jum'at malam tanggal 11 September 2015, atau tanggal 28 Zulqaidah 1436. Di hadapan Ka'bah. Sebuah crane, alat berat yang digunakan untuk pembangunan perluasan Masjidil Haram jatuh dikarenakan angin dan hujan lebat, menimpa jamaah (calon) haji yang sedang thawaf. Sekitar 90 orang meninggal (jumlah ini mungkin bertambah) dan masih banyak lagi yang luka-luka. Ada yang parah. Begitu menurut berita. Kalau Allah berkehendak, maka terjadilah dia. Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka-mereka yang terkorban dan meninggal, menerima segala amal shalihnya dan mencatat niat mereka untuk melaksanakan haji tahun ini. Aamiin. Mudah-mudahan Allah menyembuhkan mereka yang terluka dengan sebaik-baik kesembuhan. Mudah-mudahan Allah memberi kesabaran kepada sanak famili mereka yang terkorban itu.

Allah menetapkan apa-apa yang dikehendaki-Nya. Sungguh Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Kalau Allah menetapkan bahwa crane buatan manusia (yang mereka percayai cukup kukuh itu) akan tumbang, maka tiada sebarang kekuatanpun yang dapat menghalanginya. Setelah terjadi yang demikian itu, hendaklah kita segera mengembalikan urusannya kepada Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Kita datang dari Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.

Kita menyebutnya musibah. Atau kemalangan. Cara terjadinya bermacam-macam, sesuai dengan ketetapan dan ketentuan Allah. Aku teringat dengan peristiwa Mina di tahun 1990, ketika aku melaksanakan ibadah haji. Pagi tanggal 10 Zulhijjah itu, entah kenapa sopir bus yang kami tompangi tidak kunjung menemukan lokasi kemah kami di Mina. Bus itu mondar mandir sejak jam enam pagi sampai jam sebelas siang di tengah lalu lintas yang sangat padat mencari perkemahan kami. Selama itu pula telinga kami didera oleh suara sirine ambulans banyak sekali yang tiada henti. Aku membayangkan, sesuai dengan peringatan para penceramah waktu manasik, bahwa momen paling berbahaya selama pelaksanaan ibadah haji adalah di saat melontar jumrah, karena berpuluh ribu orang jamaah datang dan pergi melalui satu jalan yang sempit. Tentulah bunyi sirene itu berasal dari ambulans yang sibuk membawa mereka yang terkorban di saat melontar, begitu pikiranku. Kami akhirnya melihat bendera Indonesia, dan sopir bis kami menghentikan mobilnya lalu menyuruh kami turun, padahal jaraknya masih sekitar 500 meter lagi. Dari seorang anak muda Indonesia yang berpapasan aku mendapat berita, bahwa sudah terjadi sebuah bencana dahsyat dengan korban beratus-ratus orang. 

Kami sampai di kemah dan diberitahu bahwa tidak diizinkan pergi melontar sampai pemberitahuan berikutnya. Dari mulut ke mulut kami mendengar cerita tentang musibah di terowongan Mina tapi tidak terlalu rinci. Baru setelah kembali ke Makkah tiga hari kemudian, aku mendapat gambaran yang utuh. Bahwa lebih dari 1500 jamaah Indonesia terkorban di terowongan itu. Waktu di Mina, kami coba menghubungi anak-anak di Balikpapan melalui telepon umum (waktu itu belum ada hape), sudah tersambung ke operator telepon kantor tapi tidak kunjung disambungkannya ke rumah. Habis koin 35 riyal, kami tetap tidak bisa tersambung. Padahal menurut cerita anakku, ada temannya yang meneror si sulung, bahwa di pengumuman korban terowongan Mina yang disiarkan TVRI berulang-ulang, terbaca namaku.  

Kalau Allah berkehendak. Di manapun manusia akan bertemu dengan maut. Apakah di tempat yang jauh atau yang dekat. Di tempat yang berbahaya atau di tempat yang aman. Di rumah kediaman atau di perjalanan. Masing-masing kita sudah punya catatan sendiri-sendiri. Kita tinggal mendapatkannya, di tempat yang kita sendiri tidak tahu.

Sekali lagi, mudah-mudahan Allah terima niat berhaji  mereka yang terkorban. Mudah-mudahan mereka semua husnul khaatimah. Aamiin.

****
                 

Rabu, 09 September 2015

Riba

Riba   

Kita faham, bahwa yang dimaksud dengan riba adalah, jika kita meminjam sejumlah uang lalu harus dibayar lebih ketika mengembalikannya. Kelebihannya itu disebut bunga uang. Tidak ada bedanya apakah meminjam ke bank atau ke pribadi-pribadi, di mana baik bank atau pribadi tersebut mempersyaratkan sejak awal bahwa pinjaman itu harus dibayar berikut dengan bunganya. Bahkan jika terlambat membayarnya, maka bunganyapun akan berbunga pula. Dalam bahasa sehari-hari, bunga uang itu dikenal pula sebagai rente. Orang yang meminjamkan uang dengan mengenakan bunga disebut rentenir.  

Allah mengingatkan kita, orang-orang yang beriman, agar tidak memakan riba seperti yang dapat kita simak pada surah Ali Imran ayat 130; 'Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda. Takutlah kepada Allah agar kalian termasuk orang-orang yang menang.'  Pada ayat yang lain di surah Al Baqarah ayat 275 Allah berfirman; 'Orang-orang yang memakan riba, tidaklah sanggup berdiri melainkan seperti seperti berdirinya orang yang kemasukan setan.... (hingga akhir ayat)'. 

Ada seorang teman yang terperosok ke dalam jeratan rentenir. Berhutang 10 juta rupiah. Bunganya tidak tanggung-tanggung 15% sebulan. Setelah satu bulan, maka dia harus membayar 11,5 juta rupiah. Kalau dia hanya sanggup membayar 1,5 juta saja sebulan, maka itu baru untuk bunganya saja. Kalau pada bulan berikut dia tidak sanggup membayar, bunga yang satu setengah jutapun berbunga pula seratus lima puluh ribu. Begitu seterusnya. Karena dia memang tidak mampu membayar secara teratur setiap bulan, maka dalam tempo setahun hutang itu sudah berlipat-lipat. Begitulah praktek riba yang luar biasa. 

Termasuk ke dalam praktek riba ketika kita meminjam uang ke bank. Hutang yang dikenai dengan bunga sekian-sekian. Peminjaman seperti ini biasanya mengharuskan kita untuk memberikan jaminan dengan benda berharga yang kita miliki. Misalnya tanah atau rumah. Seandainya suatu saat kita tidak mampu (lagi) membayar hutang berikut bunganya, bank akan menyita harta jaminan tersebut. 

Contoh praktek riba yang lain adalah berbelanja dengan kartu kredit lalu mencicil pembayarannya. Sudah barang tentu cicilan tersebut dikenai bunga. Perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit sangat suka menganjurkan pemegang kartu untuk mengangsur pembayaran seperti itu. Menggunakan kartu kredit terlihat gaya dan seolah-olah memudahkan kehidupan. Tapi kalau tidak pandai mengelola banyak orang yang dibelit hutang dan bangkrut karenanya.

Rentenir mengatakan bahwa praktek riba itu sama saja dengan perdagangan. Mereka mengambil untung dari peminjaman uang mereka. Allah menerangkan pada lanjutan ayat 275 surah Al Baqarah  tadi, bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Terperosok ke dalam hutang kepada rentenir sangatlah menyedihkan akibatnya. Hendaklah kita menghindar dari praktek=praktek riba. 

****                         

Selasa, 08 September 2015

Celakalah Orang-orang Yang Curang

Celakalah Orang-orang Yang Curang

Allah mengancam orang-orang yang curang dengan ancaman neraka wail. Wailul lil muthaffifiin.... (Surah Al Muthaffifiin, Surah 83). Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang curang menurut al Quran? Yaitu orang yang ketika menimbang untuk dirinya minta dipenuhi (dicukupkan) tapi ketika dia menimbang untuk orang lain maka  dikuranginya. Orang yang berprilaku seperti itu nanti akan dihukum Allah, akan dimasukkan-Nya ke dalam neraka wail.

Orang-orang yang curang itu ternyata ada di sekitar kita. Dan bahkan mungkin cukup banyak. Berikut ini adalah pengalaman-pengalaman yang mengindikasikan kecurangan tersebut.

Mengisi bensin di pompa bensin.

Ada banyak pompa bensin beriklan dengan pengisian 'pasti pas'. Maksudnya ketika kita membeli 20 liter bensin maka yang akan kita dapat adalah 20 liter. Benarkah? Wallahu a'lam, karena sebagai pembeli, hampir mustahil bagi kita mengetahui kepastiannya. Suatu ketika aku mengisi bensin dan minta agar tangki mobilku dipenuhkan. Sebelum pengisian jarum penunjuk bensin masih berada lebih sedikit dari pertengahan. Isi tangki itu 56 liter, jika yang tinggal setengahnya saja harusnya masih ada sekitar 28 liter. Ternyata ketika tangki itu dipenuhi, angka di pompa bensin menunjukkan 36 liter. Aku curiga, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. 

Membeli gas 

Istriku beberapa kali mengeluh, kenapa tabung gas kadang-kadang cepat sekali habis isinya. Tabung berisi 12 kg gas itu, normalnya bisa dipakai selama dua sampai tiga bulan. Nah ketika tiba-tiba dalam waktu sebulan ternyata sudah habis, tentu pantas dicurigai. Ini bukan keluhan sekarang saja. Pernah beberapa tahun yang lalu, ketika kami berlangganan membeli gas melalui penjaja yang datang dengan mobil, aku menimbang berat tabung gas yang dibeli di depan penjualnya. Dan pernah aku dapatkan tabung dengan isi yang seharusnya beratnya 27 kg, ternyata hanya ada 20 kg. Ditukar dengan tabung lain, ada yang beratnya 22 kg. Dicoba terus sampai menemukan tabung yang beratnya mendekati 27 kg. Kata si penjual biar nanti dilaporkan di pangkalan. Tapi pertanyaannya, kok bisa seperti itu. Kalau tidak ditimbang lebih dahulu tentu kami hanya mendapatkan yang isinya tinggal separuh.

Bensin dan gas adalah dagangan pemerintah. Entah sampai dimana tanggung jawab pemerintah dalam mengawasi kecurangan-kecurangan yang berlaku seperti itu.

Di pasar-pasar juga seringkali ditemukan kecurangan. Belanjaan yang di pasar ditimbang beratnya 1 kg, ketika ditimbang ulang sesampai dirumah beratnya hanya antara 800 dan 900 gram. 

Terakhir, seorang menteri mensinyalir bahwa pembayaran biaya listrik PLN dengan menggunakan token juga merugikan pelanggan. Meski ada bantahan dari petugas PLN atas sangkaan tersebut, tapi dengan pemaksaan penggunaan sistim token (pra bayar) dibandingkan dengan cara perhitungan dengan meteran (pasca bayar) memang pantas dicurigai. Menurut beberapa orang saudaraku, biaya listrik dengan sistim token memang lebih mahal dibandingkan sistim lama. 

****
                                   

Selasa, 01 September 2015

Seorang Anak Miskin Yang Mengguncang Vatikan (Dari Islampos)

Seorang Anak Miskin Yang Mengguncang Vatikan (Dari Islampos)
 
Senin 16 Syawal 1433 / 3 September 2012 09:51

DI SUATU malam di musim panas tahun 1918 M di perbatasan barat India, tepatnya di salah satu perkampungan miskin di Kota Surat yang menghadap ke Laut Arab, lahirlah seorang anak dari pasangan suami istri muslim. Ia adalah anak pertama mereka ketika mereka sudah mencapai usia tua.

Anak kecil ini hidup sebagaimana kebanyakan anak kecil di perkampungan miskin tersebut, tidak ada yang membedakan antara dirinya dengan lainnya dalam masalah ketergantungannya kepada kedua orang tuanya, tidak juga kecerdasannya. Ia memiliki wajah bulat dan gembung, kulit kehitam-hitaman, tingginya sedang, penuh semangat. Ia selalu kagum dengan segala sesuatu dan tidak ada yang menghentikan derasnya berbagai pertanyaan di kepalanya kecuali jika ia dikalahkan oleh rasa kantuknya.

Ketika usianya mencapai 9 tahun, bapaknya mempunyai keinginan melakukan perjalanan ke negeri lain untuk bekerja kepada anak pamannya dengan tujuan mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Terasa berat kehidupan di India karena kepadatan jumlah penduduk yang menakutkan dan di sisi lain sumber-sumber kehidupan pada masa kekuasaan Inggris pada saat itu sedikit sekali. Oleh karena itu ia memberitahukan maksudnya itu kepada istrinya.

Karena sangat mencintai anaknya, maka ia ingin jika anaknya ikut bersamanya dan berjanji kepada istrinya bahwa ia akan kembali setelah setahun. Istrinya pun merelakan kepergiannya dengan berat hati.

Akhirnya, sang bapak melakukan perjalanan dan menetap di Kota Durban untuk beberapa waktu pada tahun 1927 M. Kota tersebut adalah salah satu kota di Negara Afrika Selatan. Ia berada di bawah tanggungan anak pamannya dan si anak disekolahkan di sana. Berjalanlah segala sesuatunya dengan tenang. Ketika sudah delapan bulan mereka tinggal di sana, dan anaknya menunggu waktu untuk mendapatkan kembali pelukan sang ibu, beberapa hari sesudahnya mereka mendengarkan kabar wafatnya sang ibu dan kembalinya ia ke haribaan -rahimahallah- sang Pencipta. Anak dan bapak ini terpukul dengan kabar tesebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk menetap di Afrika Selatan selamanya.

Sang bapak tinggal di bagian selatan kota Durban, di mana ada perkampungan bangsa Negro. Ia melakukan banyak pekerjaan dan mampu menciptakan suasana kebapakan untuk puteranya, seiring dengan usia dan kesehatannya yang mulai berkurang.

Setelah tujuh tahun berselang melalui mimpi-mimpi dan cita-citanya untuk hidup lebih baik, dan si anak menuntaskan sekolahnya hingga tingkatan menengah, berpindahlah sang bapak menuju rahmat Allah pada tahun 1934 M yang pada saat itu usia si anak masih 16 tahun. Akhirnya si anak meninggalkan studinya dan mencari pekerjaan untuk hidupnya. Ia menetap di perkampungan bangsa Negro tersebut yang ia tidak mengetahui siapa yang akan melindunginya sedangkan negerinya sendiri dan kerabatnya berada di seberang samudera yang ia tidak mampu menyeberanginya.

Kemudian ia bekerja di banyak pekerjaan dan berpindah dari satu pekerjaan menuju pekerjaan yang lain, tidak lain karena benturan kebutuhan harian dan bulanannya. Akhirnya ia mendapatkan pekerjaan dari pemilik toko beragama Nasrani. Ia adalah salah satu dari lelaki kulit putih yang tinggal di Afrika Selatan. Pemilik toko tersebut melihat pada diri anak itu tanda-tanda kelebihan, amanah, ikhlas, dan kejujuran. Sedikit demi sedikit ia mempercayai anak itu dan berbuat baik kepadanya. Segala sesuatunya berjalan lancar dan ia bekerja dengan tenang.

Suatu ketika ketenangan tersebut terusik dengan berhembusnya “angin kencang”. Pada suatu hari, seorang pendeta Nasrani mengunjungi teman dekatnya, penjual toko tersebut. Di tengah pembicaraannnya, pendeta itu memalingkan perhatiaannya kepada anak itu, yang dari wajahnya kelihatan jika ia bukan penduduk asli Afrika Selatan.

Ia bisa berbicara Bahasa Inggris, Bahasa Zulu [bahasa negara-negara Afrika Tengah dan Selatan] dan Bahasa Urdu [bahasa daerah asalnya]. Anak itu memiliki wajah berseri-seri dan cekatan dalam berkerja. Ia memerintah dan melarang, mengorganisir pekerjaan di toko sampai tuntas dengan ikhlas. Usianya ketika itu 18 tahun atau kurang sedikit.

Pendeta tersebut bertanya kepada temannya: “Siapa nama anak ini?”

Si pemilik toko menjawab: “Namanya xxxxx”

Pendeta tersebut bertanya dengan perasaan kaget: ”Seorang Muslim?”

Si pemilik toko menjawab: “Ya!”

Maka Pendeta itu berkata: “Tidakkah kau tahu bahwa mereka menghinakan Tuhan kita? dan berkata bahwa Ia adalah Hamba [bukan Tuhan-ed]?”

Penjual toko itu menimpali: ”Akan tetapi ia adalah anak yang jujur dan terpercaya!”

Pendeta itu berkata: “Walaupun seperti itu, ia harus masuk Nasrani atau keluarkan ia tanpa ampun!”

Akhirnya, pendeta itu berhasil mengobarkan fitnah di hati temannya dan menyebabkannya langsung menghadirkan anak tersebut.

Penjaga toko itu berkata: “Aku ingin menyelamatkanmu dari kesesatan!”

Anak itu menjawab: “Apa itu?”

Penjaga toko tersebut berkata: “Sesungguhnya pendeta ini adalah agamawan yang mulia, ia ingin menyelamatkan domba Tuhan yang hilang dan menolongmu agar engkau menyelamatkan dirimu sehingga Tuhan akan memberkatimu!”

Anak ini mengetahui konsekuensinya, yaitu murtad, maka Ia berkata: “Tidak, saya Muslim!”

Maka pemilik toko itu berkata: “Pikirkan dulu sebelum memutuskan!”

Namun anak itu tetap menolak karena ia tidak mengetahui kecuali ada satu sesembahan yang berhak disembah yakni Allah, adapun Isa adalah Nabiyullah yang mulia, tidak lebih. Maka berkatalah pendeta tersebut memotong pembicaraan anak itu dan marah dengan keteguhan anak itu terhadap agamanya dan menolak murtad: “Apakah kamu tidak tahu bahwa Islam adalah agama berhala, kalian thawaf di rumah [Ka’bah] yang didalamnya ada batu dan Rasul kalian beristrikan 9 wanita!”


 
Kemudian pendeta itu menyebutkan semua syubhat [kerancuan] bohong tentang Islam, ia banyak bicara yang tidak satupun dapat meluluhkan hatinya. Anak itu hanya diam untuk menghormati pemilik toko dan ia berkeyakinan bahwa pemilik toko hanya membantu temannya sang pendeta. Akan tetapi beberapa hari sesudah itu, pemilik toko kembali kepada kebiasaannya terdahulu yang mencela dan memerangi Islam dan keyakinannya. Ia tidak bisa membantah syubhat-syubhat itu karena ia tidak tahu hal tersebut secara sempurna. Maka ia mengambil keputusan yang berada di luar garis kehidupannya, ia memutuskan untuk mempelajari agama Nasrani.

Mulailah anak yang mendekati baligh ini mempelajari kitab-kitab mereka secara ilmiah. Maka ia memperhatikan Injil, mempelajarinya hingga menghafalnya di luar kepala, kemudian ia membandingkannya dengan Al-Quran, ia mendapati perbedaan yang banyak. Namun ia belum merasa cukup dan belum hilang hausnya. Maka ia melakukan perjalanan untuk membela Islam.

Pertama yang ia ajak untuk berdebat adalah pemilik toko, tempat dimana ia bekerja. Ia mendebatnya dan membuatnya tidak berkutik. Kemudian ia lanjutkan dengan menantang beberapa pendeta dan ia dapat menjatuhkan mereka melalui tangan mereka sendiri dan mereka tidak dapat mempertahankan kebenaran keyakinan mereka di hadapan ribuan orang yang membanjiri ruang pertemuan.

Ia ingin membungkam mulut orang Nasrani selamanya agar tidak lancang menghina Islam. Maka ia meningggalkan pekerjaaannya pada pemilik toko Nasrani tersebut. Ia mulai menemui orang-orang Nasrani yang datang ke Afrika Selatan dan mengajaknya berdiskusi. Ketika dialog dan debat yang ia lakukan telah banyak dan usianya mencapai tiga puluhan tahun, maka ia memulai dialognya dengan kalangan pendeta Nasrani.

Semenjak hari itu, suaranya ibarat petir yang menggelegar hingga negara-negara barat yang Nasrani, gema yang menggoncangkan aula-aula Vatikan. Pembicaraanya menggema di barat dengan diskusi dan dialognya yang terkenal dan melambungkan reputasinya. Dan ia terus menantang dan gaungnya tetap menggema hingga hari ini.

Pembicaraan sekitar pertentangan dalam Injil mendorong gereja, pusat-pusat studi Nasrani dan banyak perguruan tinggi di barat membentuk departemen tersendiri dalam menaggapi dan mendebat dirinya dan buku-bukunya melalui penelitian dan studi mendalam.

Pemilik toko yang biasa dan temannya dari kalangan pendeta diatas telah menggugah akal dan hati anak muslim ini. Mereka telah membangunkan anak yang lemah lembut itu hingga menggemparkan dunia dan mengguncang Vatikan, menggetarkan gereja-gereja mereka dan membongkar banyak kekeliruan dalam agama mereka.

Anak tersebut bernama Ahmad Deedat.

****